Struktur Organisasi
Ketua | Ganis Lukmandaru, Prof. Dr |
Anggota | |
Laboran |
|
Lab Konversi Kimia Bomaterial, mempunyai 3 sub lab yaitu : Kimia dan Serat Kayu, Hasil Hutan Non Kayu, dan Energi Kayu. Mulai 2015, beberapa parameter uji mengenai sifat kimia kayu sudah terakreditasi Kantor Akreditasi Nasional (KAN).
I. Sub-lab. Kimia dan Serat Kayu
Sub-lab. Kimia dan Serat Kayu (LKSK) dibentuk bersama 2 lab sifat dasar kayu lainnya mulai tahun 1990 dari pemecahan Lab. Struktur dan Sifat Kayu. Nama awal saat itu adalah Lab Kimia Kayu, kemudian Laboratorium Kimia dan Pulp Kayu di tahun 1995 dan menjadi Laboratorium Kimia dan Serat Kayu di tahun 2002. Bidang pulp kayu sendiri sebelumnya masih menjadi bagian dari Seksi Pengolahan Hasil Hutan yang saat itu mempunyai staf Ir. Eko Hendrarto, MSc, dengan kompetensinya di bidang pulp dan kertas. Mulai 2016, LKSK merupakan sub lab di bawah Lab Konversi Kimia Biomaterial.
Pembentukan LKSK bertujuan untuk lebih memfokuskan pada bidang kimia kayu serta produk pulp dan kertas yang juga didasari dari ilmu kimia kayu serta fisik seratnya. LKSK mengembangkan bidang kimia kayu yang merupakan salah satu sifat dasar kayu. Kimia kayu mempelajari kimia penyusun sel kayu (selulosa, lignin, hemiselulosa, ekstraktif, unsur anorganik kayu). Bidang pulp dan kertas mempelajari pembuatan dan karakteristik pulp dan kertas serta faktor-faktor yang mempengaruhi kualitasnya dari sifat fisik-kimia seratnya. Dari penjelasan tersebut, LKSK berkontribusi terhadap pengembangan keilmuan sifat dasar kayu serta pengembangan produk hasil hutan berupa pulp-kertas yang mempunyai nilai vital dalam kehidupan sehari-hari dan berperan besar dalam industri perkayuan nasional.
Ekstraksi dengan soxhlet – Pemisahan komponen ekstraktif dengan kolom kromatografi
Mata kuliah dan praktikum yang diampu oleh LKSK di program S1 pada kurikulum 2018 adalah Kimia Kayu, Ekstraktif Kayu serta Tek. Pulp dan Kertas untuk S1. Pada S2, mata kuliah yang ditawarkan adalah Kimiawi Kayu Pejal; Tek. Pulp dan Kertas Lanjut ; dan Karbonisasi Kayu untuk Bahan Rekayasa. Pada prodi S3, ditawarkan mata kuliah Ekstraktif dan Warna Kayu serta Ilmu dan Rekayasa Biomaterial.
LKSK terdiri dari 2 ruangan yaitu Laboratorium Kimia Kayu (LKK) dan Laboratorium Pulp dan Kertas (LPK). LKK menempati Lt. 3 di gedung 6 tingkat, sedangkan LPK selain menempati Lt. 3 di gedung 6 tingkat untuk pengujian sifat pulp dan lembaran kertas, juga bertempat di Unit Pengolahan Kayu Klebengan untuk proses pembuatan pulp dan lembaran kertasnya. Secara umum, fasilitas yang dimiliki LKK adalah unit ekstraksi (soxhlet, refluks), unit distilasi, unit pemanas (penangas air, oven, pengabuan, hot-plate dll), unit penimbang analitik, alat spektrofotometer (GC-MS, UV-Vis, Spectrolorimeter), thermogravimetry analysis (TGA), high-speed centrifuge, rotary evaporator serta berbagai peralatan gelas. Fasilitas yang dimiliki LPK mencakup unit pemasak pulp (rotary digester, refiner), unit pembuatan lembaran pulp (Niagara Beater, CSF tester, sheet-maker, dryer dll), unit penguji mekanik kertas (uji sobek, jebol, tarik), whiteness/opacity tester, unit penguji kimia pulp serta Polarized Microscope type Olympus DP73.
Analisis dengan spektrofotomer UV-Vis dan GC-MS
Di LKSK, penelitian banyak mengambil tema sifat kimia kayu umum (holoselulosa, lignin, selulosa, pentosan, abu, dan ekstraktif) pada kayu tropis yang dihubungkan dengan variasi lokasi tempat tumbuh maupun variasi dalam pohon. Mulai tahun 2009, penelitian juga diarahkan ke pengaruh sifat kimia kayu, khususnya ekstraktif, terhadap sifat kayu (warna, keawetan alami, antioksidan) maupun pengolahan kayunya (pulping, perekatan, pengeringan, pengawetan). Tema lain yang sedang dikembangkan mulai tahun 2010 adalah rekayasa bahan baru yang berbasis proses karbonisasi. Pada LPK, penelitian umumnya mengambil tema sifat pulp dan kertas pada spesies kayu tropis, serta pulp dari bahan non-kayu. Penelitian bidang pulp menjadi lebih intensif sejak 2004 semenjak tersedianya peralatan pembuatan dan pengujian lembaran kertas dari hibah OECF. Sejak 2011, tanpa meninggalkan tema sebelumnya, penelitian telah diarahkan untuk penguatan basis data morfologi serat kayu sebagai bahan baku pulp.
LKSK menjalin kerjasama di bidang penelitian dengan institusi pendidikan/ penelitian di dalam maupun luar negeri. Dalam 10 tahun terakhir, kerjasama penelitian pemuliaan pohon melalui sifat kimia pada kayu ekaliptus dilakukan dengan Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan serta penelitian kesesuaian bahan baku pulp kayu ekaliptus, akasia serta beberapa spesies lainnya yang tumbuh di Papua dengan PT Medco. Kerjasama dengan PT Asia Pulp and Paper dalam analisa forensik serat untuk mengetahui kandungan serat dari jenis yang terlarang dalam produk kertas. Kerjasama dengan institusi luar negeri meliputi penelitian mengenai isotop karbon untuk pelacakan pada kayu jati dari berbagai tempat tumbuh dengan Forestry and Forest Products Research Institute, Tsukuba, kemotaksonomi ekstraktif kayu jati dengan Universitas Yamagata, dan senyawa ramah lingkungan (green aromatics) dari proses pirolisis cepat dengan Universitas Kyoto.

Praktikum pengujian bilangan kappa pulp dan kekuatan tarik lembaran kertas
II. Sub-lab. Hasil Hutan Non Kayu
Sub-laboratorium Hasil Hutan Non Kayu (LHHNK) berdiri tahun 1995, diperbaharui dengan SK Rektor No. 375/P/SK/HT/2011 tertanggal 15 Agustus 2011. Sebelumnya LHHNK merupakan bagian dari Seksi Pengolahan Hasil Hutan (tahun 1963-1988). Mulai tahun 1988 Lab. HHNK termasuk lingkup Energi Kayu/Biomasa dan mulai tahun 1995 khusus menangani Bidang Ilmu Lingkup HHNK. Karena perkembangan kurikulum setiap 5 tahun, mulai tahun 2000 menangani lingkup bidang ilmu mebel dan Kerajinan (kayu, rotan, bambu). LHHNK kemudian diperluas dengan kerajinan kayu/non-kayu yaitu menangani hal-hal yang berkaitan dengan semua Hasil Hutan Non Kayu dan Kerajinan. Mulai tahun 2016, LHHNK merupakan sub lab dari Lab. Konversi Kimia Biomassa dengan fokus ke bidang kimia hasil hutan non-kayu.
Bidang hasil hutan non kayu yang dikelola terkait dengan kelompok ekstraktif (minyak atsiri, minyak lemak, getah resin, getah karet, perekat alam, zat penyamak, zat pewarna, tumbuhan-obat).
Distilasi daun untuk mendapatkan minyak atsiri dan press biji untuk minyak lemak
Sebagai laboratorium, kegiatan-kegiatan yang dikerjakan LHHNK meliputi : pengolahan minyak atsiri (minyak kayu putih, kenanga, cendana, nilam, cengkeh dan lain-lain). Kegiatan pengolahan di sini mulai dari mengolah dari bahan mentah (baku) menjadi bahan siap pakai (minyak) sampai proses pengujian kualitas (sesuai standar SNI). Pengujian kualitas minyak atsiri yang bisa dilakukan di LHHNK meliputi : rendemen, bobot jenis, kadar sineol, kadar santalol, indeks bias, kelarutan dalam alkohol 80%, bilangan ester dan putaran optik, dll. Uji kualitas minyak atsiri sudah bisa dilakukan secara menyeluruh di LHHNK. Distilasi getah pinus menjadi gondorukem dan terpentin juga bisa dilakukan dalam skala lab termasuk pengujian mutunya. Penelitian lain yang banyak dilakukan adalah bahan non-kayu sebagai bahan pewarna (dyes) yang sudah difasilitasi dengan beberapa alat pengujian kelunturan/ketahanan warna dan mutu asap cair dari produk pirolisis berasal dari berbagai bahan biomasa.
Mata kuliah dan praktikum yang diselenggarakan adalah Hasil Hutan Non Kayu, Teknologi Pengolahan Ekstraktif, Teknologi Pengolahan Produk Hasil Budidaya,dan Teknologi Pengolahan Monokotil. Untuk pasca sarjana ditawarkan mata kuliah Rekayasa Produk Getah dan Ekstraktif; Teknologi Minyak dan Lemak Tumbuhan; Teknologi Cuka Kayu; serta Biokativitas Minyak Atsiri.
Fasilitas yang ada meliputi unit distilasi getah resin, minyak atsiri dan lemak beserta pengujian mutunya. Fasilitas lainnya berupa unit pewarnaan ekstrak alami, unit pirolisis, unit pengujian benang sutra, unit analitik, pemanas, ekstraksi, perendaman serta pengasapan produk non-kayu. Selain ruangan staf pendidik maupun kependidikan, juga tersedia ruang perpustakaan.
Pengujian mutu minyak atsiri
Penelitian pengaruh jenis bahan stimulan getah pinus pada beberapa tegakan di Jawa Tengah
III. Sub-lab. Energi Kayu
Sub-laboratorium Energi Kayu (LEK) berdiri sekitar tahun 1995 dan merupakan hasil pemekaran dari Laboratorium Pengolahan Kayu. Dahulu “arang” merupakan produk yang dianggap tergolong dalam hasil hutan non kayu dan produk karbonisasi yang paling umum. Akan tetapi, seiring dengan perkembangan pemahaman dan semakin meningkatnya jenis hasil produk karbonisasi lainnya serta kebutuhan akan energi kayu maupun biomassa lainnya, maka LEK didirikan. LEK diketuai pertama kali oleh Ir. Soeparno, M.S. sampai tahun 2001. Mulai tahun 2016, LEK merupakan sub lab dari Lab Konversi Kimia Biomaterial.
Mata kuliah dan praktikum yang diselenggarakan adalah Energi Biomasa dan Teknologi Penanganan Limbah untuk S1 sedangkan untuk pasca sarjana adalah Konversi Biomassa untuk Produk Energi dan Kimia; Biomassa untuk Energi Terbarukan; dan Teknologi Praperlakuan Lignoselulosa.
Peralatan pembuat arang (retort) dengan skala laboratorium telah dimiliki oleh LEK. Selain itu bom kalorimeter, organic elemental analyzer (OEA), thermogravimetric analysis (TGA), timbangan analitik, oven, dan furnace juga tersedia yang biasanya digunakan untuk menganalisis sifat-sifat dari biomasa sebagai sumber energi. Kegiatan yang dapat dilayani oleh LEK saat ini adalah konversi termokimia biomasa (kayu dan non kayu: daun, tempurung, kulit buah, dan lain-lain) menjadi arang. Kegiatan konversi disini mulai dari mengolah dari biomasa sebagai bahan baku menjadi arang hingga proses pengujian kualitas (sesuai standar SNI). Pengujian kualitas arang yang biasa dilakukan di LEK meliputi : rendemen, kadar air, berat jenis, kadar karbon terikat, kadar abu, kadar zat terbang, dan nilai kalor. Selain materi kayu pembuatan briket arang dari materi limbah berupa serbuk kayu, serta pengujiannya juga dapat dilakukan. Pemanfaatan arang selain sebagai bahan energi, yaitu dengan pembuatan arang aktif yang berfungsi sebagai absorben disertai pengujian dari kualitas arang aktif yang dapat dilakukan di LEK antara lain: daya serap benzen, daya serap iodium, daya serap metilen biru, dan partikel lolos 325 mesh. Fasilitas lainya adalah untuk penelitian bioetanol seperti laboratorium pembiakan jamur.
Unit pirolisis dan pengabuan biomassa
Kegiatan pengabdian kepada masyarakat berfokus pada pengkajian dan perbaikan sistem pembuatan arang yang dilakukan oleh masyarakat tradisional di sekitar Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Dari hasil kegiatan survey-survey di lapangan dan juga interaksi dengan masyarakat pembuat arang, diketahui permasalah tentang banyaknya arang yang pecah atau menjadi serbuk arang pada saat proses pembuatannya. Hal ini cukup merugikan masyarakat karena rendemen arang yang dihasilkan rendah dan banyak bagian arang yang terbuang. LEK selanjutnya mengembangakan teknologi tentang briket arang, yaitu pemanfaatan arang ukuran kecil atau serbuk arang dengan cara disatukan kembali dengan ditambah perekat dan diberi tekanan, sehingga dapat terbentuk bongkahan-bongkahan besar arang yang disebut briket. Teknologi briket arang ini selain dapat memanfaatkan kembali arang-arang ukuran kecil (serbuk) yang tidak terpakai, juga dapat digunakan untuk memanfaatkan limbah kayu dalam ukuran kecil serta serbuk kayu untuk dijadikan bahan bakar dengan nilai jual yang lebih tinggi. Berbagai macam komposisi jenis dan proporsi serbuk kayu digunakan untuk membuat briket arang agar dihasilkan briket dengan sifat-sifat terbaik. Pada masa inilah akhirnya perkembangan mengenai bahan baku yang digunakan terjadi. Limbah yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan briket arang bukan hanya dari serbuk kayu, akan tetapi limbah biomasa kehutanan yang notabene potensinya sangat besar untuk digunakan sebagai sumber energi, antara lain limbah daun kayu putih dari pengolahan minyak kayu putih dan limbah daun akasia khususnya Acacia mangium dari pengolahan pulp dan kertas. Sejak saat itu bahan baku yang diteliti bukan lagi terbatas pada kayu tetapi lebih ke biomassa.

Selain pembuatan briket arang, pada awal tahun 2000-an kegiatan penelitian di LEK berkembang yaitu pemanfaatan arang sebagai penyerap polutan dengan teknologi pembuatan arang aktif. Hal ini didasari oleh semakin tingginya kesadaran tentang lingkungan yang bersih dan sehat. Arang aktif dapat digunakan sebagai penjernih air maupun pembersih udara.
Krisis bahan bakar fosil di Indonesia pada tahun 2004 juga telah memicu perkembangan keilmuan di LEK. Biomasa dituntut untuk dapat menggantikan peranan bahan bakar fosil yang tidak renewable. Penelitian di LEK mulai bergerak ke konversi biomasa menjadi bahan bakar cair, antara lain dengan pembuatan bioetanol.
Penelitian yang sudah dilakukan di bidang konversi termokimia yaitu pengolahan dan pengujian arang dan briket arang dari berbagai jenis biomasa (kayu dan non kayu); pengolahan dan pengujian arang aktif sebagai absorben; dan pengolahan dan pengujian bioetanol dari limbah serbuk kayu. Studi mengenai pengolahan dan pengujian bioetanol dari limbah serbuk kayu dan biomasa lignoselulosik lainnya memang masih relatif baru di LEK. Oleh karena itu untuk pengembangan selanjutnya, selain tetap memperhatikan proses konversi termokimia yang telah lama dilakukan, juga akan dikembangkan lebih lanjut proses konversi biokimia untuk energi biomasa. LEK juga akan mengembangkan proses pembuatan pelet untuk meningkatkan efektifitas penggunaan biomasa sebagai sumber energi secara langsung.

Kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang telah dilakukan oleh LEK meliputi kegiatan penyuluhan dan pelatihan terkait biomasa sebagai bahan baku energi di Propinsi DIY dan sekitarnya. Daerah yang menjadi lokasi pengabdian kepada masyarakat antara lain kecamatan-kecamatan di Kabupaten Bantul, Sleman dan Yogyakarta. Kegiatan ini merupakan kegiatan penyuluhan dan pelatihan yang diikuti oleh para penduduk yang tinggal di wilayah tersebut. Pelatihan dan penyuluhan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam hal pemanfaatan biomasa sebagai sumber energi.
Penelitian bioetanol dari serbuk kayu